SETARA Institute Kecam Pembubaran Peribadatan di Bandar Lampung

Facebook
Twitter
WhatsApp
LinkedIn
Pinterest
Print
Logo SETARA Institute. (Foto: Tangkapan layar Youtube @SETARA Institute)

KABAR LABUAN BAJO – SETARA Institute mengecam keras terus berulangnya peristiwa pembubaran peribadatan hingga penolakan pendirian tempah ibadah di berbagai daerah di Indonesia.

Kecaman tersebut menyusul peristiwa pembubaran peribadatan jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Bandar Lampung, Minggu 19 Februari 2023.

“SETARA Institute mengecam keras terjadinya kasus pembubaran peribadatan di GKKD Bandar Lampung,” kata Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute, melalui keterangan resmi SETARA Institute, yang diterima kabarlabuanbajo.com, Rabu 22 Februari 2023.

Bagi SETARA Institute, gangguan dan pembubaran atas peribadatan, yang dijamin oleh konstitusi, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

Karena itu dalam konteks kasus GKKD, SETARA Institute mengapresiasi pihak kepolisian, khususnya Polresta Bandar Lampung, yang memberikan jaminan keamanan, termasui juga pemerintah daerah yang memberikan izin sementara selama 2 (dua) tahun kepada GKKD Bandar Lampung, sambil mengurus perizinan pendirian rumah ibadah.

“Langkah akomodatif dan fasilitatif semacam itu perlu direplikasi di berbagai kasus penolakan rumah ibadah, peribadatan, dan sarana peribadatan di daerah lain, seperti di Kabupaten Bogor, Kota Cilegon, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Sintang, Kota Depok, dan lain sebagainya,” ujar Halili Hasan.

Pemerintah pusat, lanjut dia, hendaknya melakukan langkah progresif untuk membuktikan bahwa pemerintah memiliki komitmen dan kewibawaan dalam menegakkan jaminan hak konstitusional warga negara atas kebebasan beragama/ berkeyakinan dan kebebasan untuk beribadah.

Di antaranya dengan melakukan revisi PBM 2 Menteri, khususnya dengan mencabut syarat administratif dukungan 90 orang Jemaat dan 60 orang di luar Jemaat; dan perubahan paradigma pengaturan peribadatan dan pendirian rumah ibadah dari pembatasan ke fasilitasi.

Selanjutnya, pergeseran peran FKUB ke perwujudan dan pemeliharaan kerukunan dengan memperluas fungsi-fungsi kampanye toleransi, penyediaan ruang-ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik yang mengganggu kerukunan antar agama, termasuk mediasi dan resolusi jika terjadi kasus penolakan peribadatan dan pendirian tempat dan rumah ibadah.

SETARA Institute juga mendesak pemerintah agar segera menarik perizinan pendirian tempat ibadah atau rumah ibadah menjadi kewenangan pemerintah pusat, dengan mekanisme yang dipermudah dan disederhanakan di Kementerian Agama.

“Sebab urusan agama merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat dan tidak didesentralisasikan sebagai urusan pemerintahan daerah,” ujar Halili Hasan.

Dalam keterangan resminya itu, SETARA Institute menyayangkan peristiwa sebagaimana dialami jemaat Gereja Kristen Kemah Daud di Bandar Lampung. Apalagi aktor pembubaran tersebut diduga kuat adalah Ketua RT berinisial WK, dan sejumlah warga setempat.

Peristiwa menyedihkan itu, bagi SETARA Institute, menandai berlanjutnya eskalasi gangguan dan penolakan atas peribadatan dan pendirian rumah ibadah.

Sebelumnya, di awal tahun ini, terjadi beberapa gangguan, penolakan, pembubaran peribadatan di sejumlah daerah.

Pertama, penyesatan dan pelarangan aktivitas keagamaan Ahmadiyah oleh Forkopimda Sintang, Kalimantan Barat, pada 26 Januari 2023.

Kedua, penolakan dan pembubaran ibadah yang dialami Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Metland Cilengsi, Bogor, pada 5 Februar.

Ketiga, pelarangan beribadah Gereja Protestan Injili Nusantara (GPIN) Filadelfia Bandar Lampung, pada 5  Februaru.

Keempat, pelarangan pembangunan sarana peribadatan Ahmadiyah di Parakansalak, berdasarkan kesepakatan Bupati dan Forkopimda Sukabumi pada 2 Februari 2023.

Berbagai kejadian tersebut seolah mengabaikan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada saat Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda, pada 17 Januari 2023, di Kabupaten Bogor.

Kepala Negara mewanti-wanti peserta Rakornas untuk menjamin kebebasan beribadah dan beragama warganya. Presiden Jokowi menegaskan bahwa kebebasan tersebut dijamin oleh UUD 1945, khususnya Pasal 29 ayat (2).

“Terjadinya eskalasi di beberapa daerah tersebut merupakan bentuk pembangkangan atas arahan Presiden Jokowi,” pungkas Halili Hasan. klb/san

Terkini

Terpopuler

Pembuatan Undangan Digital, Klik Disini!