KABAR LABUAN BAJO – Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) mengklaim seperempat penduduk bumi tinggal di wilayah – wilayah yang dilanda konflik dan kekerasan.
PBB merujuk pada kekerasan yang dipimpin geng di Haiti, kekerasan polisi terhadap orang kulit hitam di AS, hingga konflik di tempat-tempat seperti Eritrea, Nikaragua, wilayah pendudukan Palestina, Sudan Selatan, Sudan, dan Venezuela.
Begitu pula dengan perang di Ukraina yang menyebabkan korban sipil dan kehancuran yang mengejutkan. PBB menyebut warga sipil menjadi pihak yang paling menderita dari berbagai konflik dan kekerasan ini.
Kondisi ini sebagaimana dilontarkan Komisioner Tinggi HAM PBB, Volker Turk, sebagaimana laporan Anadolu, Selasa 7 Maret 2023.
Baca Juga:
Serukan Kesetaraan, Paus Fransiskus: ‘Lapangan Terbuka Bagi Semua Pemain’
“Hak warga Ukraina bahkan sampai generasi mendatang akan dirugikan, dan dampak perang terhadap harga bahan bakar dan pangan, serta ketegangan geopolitik, berdampak negatif terhadap orang-orang di setiap wilayah di dunia,” ucapnya.
Menurut dia, kerusakan di seluruh dunia akibat peperangan di Eropa mengkhianati janji-janji perubahan transformatif yang dibuat ketika pembentukan PBB lebih dari 75 tahun yang lalu.
Turk juga menyatakan keprihatinan atas tren ‘matinya ruang sipil’ di Rusia, yang ditandai dengan penutupan Surat Kabar Novaya Gazeta dan Moscow Helsinki Groups.
“Pesan pro perang yang terus-menerus di media pemerintah memberi stereotip dan menghasut kebencian dan kekerasan. Lebih dari 180 kasus kriminal telah dibuka atas tuduhan terkait dugaan pencemaran nama baik Angkatan Bersenjata,” ujarnya.
Baca Juga:
Menteri PPPA Apresiasi Dukungan UN Women dalam Isu Kesetaraan Gender
Turk juga membahas 12 tahun perang di Suriah sebagai pertumpahan darah yang menyiksa, dan menyebut negara itu sebagai mikrokosmos dari luka yang ditimbulkan oleh penghinaan terhadap HAM.
“Gempa bumi bulan lalu telah menambah tragedi ini. Satu-satunya jalan ke depan harus melalui penghormatan terhadap hak asasi manusia dan pertanggungjawaban yang tepat dari semua orang yang telah melakukan kejahatan kekejaman — yang sudah lama tidak dimiliki Suriah,” tandasnya.
Ia menambahkan, keamanan di Mali tengah sangat mengkhawatirkan. Begitu pula di daerah perbatasan antara Burkina Faso, Mali, dan Niger dengan banyak kelompok bersenjata memanfaatkan permusuhan antar-komunitas dan tidak adanya otoritas negara untuk memperluas pengaruh dan menyerang warga sipil.
“Kelompok bersenjata non-negara telah melakukan sebagian besar pelanggaran dan pelanggaran,” ujarnya.
“Pelanggaran serius juga dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Mali, dalam beberapa kasus disertai oleh personel militer dan keamanan asing,” lanjut Turk. klb/ana/san