KABAR LABUAN BAJO – Ketua Umum Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (Forkoma PMKRI), Hermawi Fransiskus Taslim, mengutuk keras aksi kekerasan terhadap kegiatan peribadatan yang terjadi berulang – ulang di Tanah Air.
Kejadian terbaru sebagaimana dialami oleh jemaat Gereja Kristen Kemah Injil (GKKD), Bandar Lampung, Minggu 19 Februari 2023. Ironisnya, aksi pembubaran itu diduga dilakukan oknum ketua RT setempat.
“Tidak seorangpun di republik ini memiliki hak untuk membubarkan kegiatan peribadatan umat beragama manapun, karena menjalankan ibadah bagi pemeluknya dijamin oleh konstitusi sepenuhnya,” ujar Hermawi Taslim, di Jakarta, Rabu 22 Februari 2023.
Baca Juga:
SETARA Institute Kecam Pembubaran Peribadatan di Bandar Lampung
Ia pun berhadap, negara dalam hal ini aparat terkait, mengusut tuntas peristiwa ini. Hal tersebut sangat penting, agar tidak menjadi preseden buruk, yang merupakan satu kemunduran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Seluruh masyarakat bangsa adalah anak kandung republik ini, yang memiliki hak kewarganegaraan yang sama tanpa kecuali,” tandas Hermawi Taslim.
“Kebhinekaan dan keberagaman adalah sebuah keniscayaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, dan senantiasa harus terus kita rawat sebagai modal dasar berbangsa yang kuat, terhormat dan bermartabat,” imbuh wakil sekjend DPP Partai NasDem ini.
Baca Juga:
Hermawi Taslim: Harus Bisa Menjadi Alat Kontrol Sosial
Hermawi Taslim menjelaskan, peristiwa kekerasan yang dialami oleh jemaat GKKD ini, ia dapatkan dari salah seorang aktivis gereja setempat bernama ST Hasibuan.
Berdasarkan penjelasan ST Hasibuan, peristiwa kekerasan itu terjadi pada hari Minggu 19 Februari 2023, saat jemaat dalam suasana ibadah. Tiba-tiba ketua RT setempat berinisial WK, memaksa masuk gereja dan membubarkan dengan paksa peribadatan yang tengah dilakukan umat.
“Aksi ini sudah tergolong brutal. Apalagi sang ketua RT memasuki kawasan rumah ibadah dengan melompati pagar, mendobrak pintu, dan menghentikan ibadah bahkan mengancam akan membawa massa lebih banyak lagi,” ujar Hermawi Taslim.
“Peristiwa ini sudah dapat dikategorikan sebagai tragedi atas kehidupan kebangsaan kita yang majemuk, plural dan guyup,” pungkasnya. klb/san