Biarawati di Ruteng: Penuhi Hak Pendidikan Bagi Anak-anak (1)

Facebook
Twitter
WhatsApp
LinkedIn
Pinterest
Print
Kepala Sekolah TKK Bunga Mawar St Elisabeth, Sr Tresa Fse. (Foto: HO-TKK Bunga Mawar)

KABAR LABUAN BAJO – Mari kita berjalan-jalan di Ruteng. Mengunjungi setiap sudutnya. Melihat-lihat di pinggir jalan, di tengah pemukiman penduduk, atau bahkan di tempat yang paling pinggiran yang biasa disebut sebagai wilayah lintas luar. Apa kesan pertama kita?

Mereka yang pertama kali berkunjung ke kota ini akan mengatakan, Ruteng adalah kota dengan seribu gereja. Atau tepatnya kota dengan seribu biara – sebuah tempat tinggal bagi mereka yang memilih hidup selibat. Ya, meskipun penggunaan kata ‘seribu’ tersebut terkesan sangat hiperbol.

Namun, faktanya memang demikian. Ada begitu banyak biara di ibu kota Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur ini, khususnya biara susteran yang diperuntukkan bagi biarawati.

Baca Juga:
Menjadi Pejabat

Secara sederhana, biarawati diartikan sebagai para perempuan yang secara suka rela meninggalkan kehidupan duniawi dan fokus pada kehidupan beragama.

Setidaknya ada tiga sumpah yang harus dipenuhi bagi seorang biarawati yakni chastity (tidak menikah, tidak berhubungan seksual/ romantis dengan seseorang); poverty (tidak memiliki harta benda secara pribadi); dan obedience (patuh pada atasan dan wajib mengikuti otoritas dari pimpinan tertinggi gereja).

Menariknya, sebagian besar biara susteran di Ruteng jadi pioner pada dua bidang ini: pendidikan PAUD dan Taman Kanak-kanak, serta penitipan anak. Keduanya bergerak pada dunia anak-anak.

Jadi Misi Kongregasi

Kongregasi – kongregasi biara susteran di Ruteng sebagian besar berfokus pada misi kemanusiaan, khususnya bidang pendidikan dan kesehatan.

“PAUD jadi pilihan paling tepat, mengingat sumberdaya yang kami miliki cukup terbatas,” kata Sr Merchy, Kepala PAUD Bunda Maria Grazian Ruteng, saat ditemui media ini.

PAUD Bunda Maria Grazia bernaung di bawah Kongregasi Hamba-Hamba Ekaristi. PAUD ini berdiri sejak tahun 2014. Sejak dibuka pertama kali, jumlah siswa diakuinya terus mengalami peningkatan.

“Tahun 2014, jumlah siswanya hanya 30 orang. Tahun ini sudah mencapai 70 orang siswa,” ucapnya.

Baca Juga:
Lahir Tanggal 29 Februari, Paling Lama Menunggu Momen Perayaan Ulang Tahun

Sementara Kepala Sekolah TKK Bunga Mawar St Elisabeth, Sr Tresa Fse, mengungkapkan alasan mengapa para biarawati hanya fokus pada jenjang pendidikan PAUD dan TKK.

Salah satu yang menjadi dasar para biarawati ini membuka sekolah di jenjang pendidikan PAUD dan TKK adalah karena perizinan (legalitas) yang terbilang cukup mudah. Di mana, dalam satu wilayah diperbolehkan memiliki lebih dari satu lembaga pendidikan PAUD dan TKK.

“Sehingga memudahkan kami dalam berkarya khusus di bidang pendidikan sebagaimana misi kongregasi,” ujar Sr Tresa.

Selain karena kemudahan perizinan, hal lain yang menjadi dasarnya adalah kecintaan para biarawati terhadap anak-anak. Anak-anak dinilai sebagai wujud cinta kasih Tuhan.

“Dunia anak-anak adalah dunia yang penuh warna dan suka cita,” tambah Sr Mercy.

Baca Juga:
21 Februari: Hari Bahasa Ibu Internasional

Pendapat tersebut juga diamini oleh Sr.Tresa Fse. Anak-anak adalah masa depan dunia, yang sedari dini mesti disiapkan agar memiliki keberanian menghadapi tantangan dunia.

“Kami bersyukur bahwa kami diberi kesempatan berkontribusi terhadap hidup anak-anak, khususnya bidang pendidikan,” tuturnya.

Peran biarawati – biarawati ini mesti diakui. Keberadaan mereka di tengah masyarakat Ruteng khususnya dan Manggarai umumnya, telah membawa perubahan besar bagi dunia pendidikan. Sebagaimana pendidikan adalah hak setiap anak, para biarawati ini ‘mendekatkan’ hak itu bagi anak-anak di Ruteng. klb/atrari senudinari (bersambung)

Terkini

Terpopuler

Pembuatan Undangan Digital, Klik Disini!