KABAR LABUAN BAJO – Republik Gambia diberi kemerdekaan oleh Britania Raya pada tanggal 18 Februari 1965. Sejak merdeka, Gambia bergabung dalam Persemakmuran, hingga menarik diri pada Oktober 2013.
Nama “Gambia” sendiri berasal dari istilah Mandinka Kambra/ Kambaa, yang berarti Sungai Gambia. Sungai ini membentang di bagian tengah Gambia dan mengalir ke Samudra Atlantik di sebelah barat dan menurut garisnya itu pula batas Gambia terbentuk dari tengahnya ke Samudra Atlantik.
Republik Gambia merupakan sebuah negara di Afrika Barat. Seluruh perbatasan darat negara ini dikelilingi oleh Senegal di bagian utara, timur, dan selatan serta Samudra Atlantik di bagian barat.
Gambia termasuk negara kecil dengan luas sekitar 10.500 km² dan jumlah penduduk kurang dari 2 juta orang. Negara berpenduduk mayoritas Muslim ini beribu kota di Banjul, dengan kota terbesarnya adalah Serekunda.
Gambia yang memiliki julukan The Smiling Coast (Pantai yang tersenyum) ini beberapa kali berubah nama sejak merdeka. Semula setelah kemerdekaan sebagai wilayah Persemakmuran, negara ini menggunakan nama The Gambia.
Kemudian setelah proklamasi republik pada tahun 1970, nama panjang negara menjadi Republic of the Gambia (Republik Gambia).
Selanjutnya Presiden Yahya Jammeh mengubah nama panjang menjadi Islamic Republic of The Gambia (Republik Islam Gambia) pada bulan Desember 2015.
Namun pada 29 Januari 2017, Presiden Adama Barrow yang baru berkuasa mengatakan nama negara akan kembali ke Republik Gambia.
Tercatat ada dua nama yang paling lama memimpin Gambia, rata-rata lebih dari 20 tahun, sebelum Presiden Adama Barrow. Keduanya adalah Presiden Sir Dawda Kairaba Jawara dan Presiden Yahya AJJ Jammeh.
Peralihan kekuasaan dari Dawda Jawara, diwarnai drama. Begitu pula di akhir kekuasaan Yahya Jammeh.
Disari dari berbagai sumber, sejak meraih kemerdekaan pada tanggal 18 Februari 1965, pemerintahan Gambia menganut sistem monarki konstitusional dalam Persemakmuran, dengan Elizabeth II sebagai Ratu Gambia yang diwakili oleh Gubernur Jenderal.
Namun tak lama kemudian, pemerintah nasional menggelar referendum yang mengusulkan agar negara itu menjadi republik. Referendum ini gagal untuk menerima dua pertiga mayoritas yang diperlukan untuk mengubah konstitusi.
Pada tanggal 24 April 1970, Gambia menjadi negara republik dalam Persemakmuran, hasil referendum kedua. Perdana Menteri Sir Dawda Kairaba Jawara yang dipercaya menjadi Presiden. Ia bahkan terpilih kembali sebanyak lima kali menjadi Presiden.
Setelah beberapa kali usaha kudeta gagal, termasuk pada 1981 dan 1982, Dewan Hukum Angkatan Bersenjata Sementara (AFPRC) akhirnya berhasil menyingkirkan Presiden Sir Dawda Jawara pada tahun 1994.
Ketika itu, Letnan Yahya AJJ Jammeh, ketua AFPRC, yang naik tahta menjadi kepala negara. Usianya baru 29 tahun pada saat kudeta.
Saat Presiden Yahya Jammeh berkuasa, proses demokrasi terjadi di Gambia. Seperti pembentukan Komisi Pemilihan Independen Sementara (PIEC) pada tahun 1996 yang berubah menjadi Komisi Pemilihan Independen (IEC) pada tahun 1997. Selanjutnya, pada akhir 2001 dan awal 2002, Gambia melengkapi siklus penuh pemilihan presiden, legislatif, dan lokal.
Setelah 22 tahun berkuasa, akhirnya pada pemilihan presiden tanggal 1 Desember 2016, komisi pemilihan menyatakan pemenangnya adalah Adama Barrow, pemimpin oposisi dari partai Koalisi Independen.
Presiden Yahya Jammeh menyatakan hasil dibatalkan dan menuntut pemilihan baru. Namun pada tanggal 20 Januari 2017, Presiden Yahya Jammeh mengumumkan bahwa ia telah setuju untuk mundur dan akan meninggalkan negara itu. klb/san