12 Maret 1967: Soeharto Menjadi Presiden Republik Indonesia

Facebook
Twitter
WhatsApp
LinkedIn
Pinterest
Print
Arsip - Presiden Soeharto bersama Ibu Negara Tien Soeharto dalam sebuah upacara tahun 1968. (Foto: Tangkapan layar Youtube/@SoehartoChannel)

KABAR LABUAN BAJO – Jenderal Besar TNI (Purn) H M Soeharto tercatat paling lama memimpin Indonesia, yakni selama 31 tahun. Ia pertama kali memimpin Indonesia tanggal 12 Maret 1967.

Ketika itu, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) memutuskan menetapkan dan menunjuk Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia, menggantikan Presiden Soekarno.

Satu tahun kemudian, tepatnya pada Pemilu 1968, Soeharto dipilih menjadi Presiden. Ia dipilih kembali oleh MPR pada Pemilu 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan Pemilu 1998.

Pada tahun 1998, atau setelah 31 tahun menjadi Kepala Negara, Soeharto mengundurkan diri. Ia mengumumkan secara resmi berhenti sebagai Presiden pada tanggal 21 Mei 1998, menyusul terjadinya kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan Gedung DPR/ MPR RI oleh ribuan mahasiswa. Presiden kedua RI ini kemudian digantikan oleh BJ Habibie, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden.

Baca Juga:
11 Maret: Lithuania Merdeka dari Uni Soviet

Soeharto lahir pada tanggal 8 Juni 1921 dari ibunya yang bernama Sukirah, di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta.

Dalam autobiografinya ‘Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya’ yang disusun G Dwipayana, diketahui bahwa Soeharto menjalani masa kecil yang kurang mengenakkan. Sebab ketika usianya belum genap 40 hari, ibunya Sukirah menghadapi talak suaminya, Kertosudiro, yang merupakan seorang mantri ulu-ulu (pengatur irigasi).

Di masa Sekolah Dasar (ketika itu Sekolah Rakyat, red), Soeharto kecil juga mengalami masa-masa sulit. Ia sering dibully oleh teman-temannya, yang pada akhirnya memberi pengaruh besar bagi sosok Soeharto menjadi pribadi yang pendiam. Sekolahnya juga berpindah-pindah.

Baca Juga:
8 Maret: Hari Perempuan Internasional

Tamat SD, Soeharto melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah, di Yogyakarta, tahun 1935. Setamat SMP tahun 1938, Soeharto sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan ke sekolah yang lebih tinggi. Namun kondisi ekonomi keluarga yang membuat impiannya patah.

Ia sempat menjadi pengangguran, sebelum akhirnya mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu klerek (pegawai) pada sebuah Bank Desa (Volks Bank). Itu pun tak lama, karena Soeharto menjadi pengangguran lagi.

Pada awal tahun 1940, Soeharto mendaftar untuk masuk pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) Koninklijk Nederlands Indisce Leger (KNIL) atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung. Namun ia gagal.

Baca Juga:
2 Maret 1956: Maroko Merdeka dari Prancis

Kemudian pada pertengahan tahun 1940, ia mendaftar sebagai Bintara KNIL di Gombong, Jawa Tengah. Soeharto diterima, dan kemudian resmi menjadi tentara pada usia 21 tahun (1942). Ia tamat sebagai lulusan terbaik dan menerima pangkat Kopral. Ia juga terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong.

Sial bagi sang lulusan terbaik ini, sebab tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang. Berakhir pulalah kiprah Soeharto di KNIL, setelah hanya enam bulan menjadi tentara. Soeharto kembali menganggur.

Pada November 1942, Soeharto mencoba mendaftar menjadi Keibuho atau polisi Jepang. Ia berusaha keras menyembunyikan identitasnya sebagai bekas tentara Belanda. Soeharto lulus pendidikan polisi sebagai salah satu lulusan terbaik.

Saat itulah atasan Soeharto di kepolisian memberi tahu ada pendaftaran Tentara Pembela Tanah Air (PETA), pasukan militer yang disponsori Jepang. Perwira Jepang itu menyarankan Soeharto mendaftar masuk PETA. Ia kemudian menjadi perwira magang/ pembantu Letnan yang berdinas di Karanganyar, Kebumen.

Baca Juga:
1 Maret 1992: Bosnia dan Herzegovina Proklamirkan Kemerdekaan dari Yugoslavia

Setelah masa percobaannya selesai dan dianggap layak, ia pun mengikuti Pendidikan Militer Lanjutan di Bogor, Jawa Barat. Soeharto diangkat menjadi Chudancho (Komandan Kompi).

Ia kemudian menjadi Chudanco di Seibu, markas besar PETA di Solo, lalu di mutasi ke Kaki Gunung Wilis di Desa Brebeg Selatan Madiun. Ia melatih prajurit PETA.

Soeharto kemudian secara resmi diangkat menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945 dengan pangkat Letnan. Tak lama kemudian, berkat reputasi dan pengalamannya di PETA, ia ditunjuk sebagai Komandan Batalyon dengan pangkat Mayor. Pada tahun 1946, jabatannya kembali naik menjadi Komandan Resimen yang berpangkat Letnan Kolonel.

Pada usia sekitar 32 tahun, tugasnya dipindahkan ke Markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Resimen Infenteri 15 dengan pangkat Letnan Kolonel pada 1 Maret 1953.

Baca Juga:
27 Februari: Hari Kemerdekaan Republik Dominika

Kemudian tanggal 3 Juni 1956, Soeharto diangkat menjadi Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV/ Diponegoro di Semarang. Dari Kepala Staf, ia diangkat sebagai pejabat Panglima Tentara dan Teritorium IV/ Diponegoro. Pada 1 Januari 1957, pangkatnya dinaikkan menjadi Kolonel.

Pangkat Soeharto dinaikkan menjadi Brigadir Jenderal pada 1 Januari 1960. Ia kemudian bahkan diangkat sebagai Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat.

Pada 1 Oktober 1961, jabatan rangkap sebagai Panglima Korps Tentara I Caduad (Cadangan Umum AD) yang telah diembannya ketika berusia 40 tahun bertambah dengan jabatan baru sebagai Panglima Kohanudad (Komando Pertahanan AD).

Pada tahun yang sama, ia juga mendapatkan tugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Beograd (Yugoslavia), Paris (Perancis), dan Bonn (Jerman Barat).

Baca Juga:
26 Februari: Hari Pembebasan Kuwait

Tanggal 1 Januari 1962, di usia 41 tahun, pangkat Soeharto dinaikkan menjadi Mayor Jenderal dan menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat serta merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar.

Sekembalinya dari Indonesia Timur, Soeharto ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal Abdul Haris Nasution. Pada pertengahan tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965.

Kemudian ia diangkat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada 1 Mei 1963. Mayor Jenderal Soeharto lalu dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dan segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya.

Soeharto menikah dengan Siti Hartinah, yang kemudian dikenal dengan Tien Soeharto, pada 26 Desember 1947, di Solo. Ketika itu, usia Soeharto 26 tahun, dan berpangkat Letnan Kolonel. Sedangkan Siti Hartinah berusia 24 tahun.

Pasangan ini dikarunia enam putra dan putri, yaitu Siti Hardiyanti Hastuti (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Harijadi (Titiek), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek). klb/san

Terkini

Terpopuler

Pembuatan Undangan Digital, Klik Disini!