KABAR LABUAN BAJO – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, dalam kurun waktu 1 Januari hingga 13 Maret 2023 telah terjadi sebanyak 599 bencana alam di Indonesia.
Dari jumlah tersebut, tercatat bencana banjir mendominasi dengan 256 kejadian, disusul tanah longsor sebanyak 103 kejadian. Khusus untuk bencana tanah longsor, BNPB mengklaim bahwa peristiwa di Natuna, Kepulauan Riau, adalah yang paling parah.
Bahkda dari sisi korban jiwa, Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, PhD, menyebut bencana tanah longsor di Kabupaten Natuna merupakan kejadian longsor paling buruk sepanjang sejarah longsor di Indonesia.
Baca Juga:
Gunung Merapi Erupsi, Guyuran Lava Sejauh 1500 Meter
Menurut dia, hingga saat ini diasumsikan lebih dari 50 korban jiwa meninggal dunia dalam bencana tanah longsor di Natuna. Dari jumlah itu, korban yang teridentifikasi sebanyak 46 orang.
“Kalau 54 (orang) ini memang asumsinya sudah meninggal semua ya, karena sudah lewat 24 jam. Ini adalah salah satu, mungkin hingga saat ini, bencana longsor terburuk yang pernah terjadi dalam sisi korban jiwa dalam satu kejadian,” ucapnya, dalam Disaster Briefing diikuti daring, Senin 13 Maret 2023.
Abdul Muhari menyebut, pencarian korban terus dilanjutkan, sambil menerapkan teknologi modifikasi cuaca di lokasi titik longsor yakni Pulau Serasan, Natuna.
Ia menambahkan, faktor utama kejadian bencana tanah longsor di Kepulauan Natuna justru didominasi potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Namun, kejadian bencana hidrometeorologi basah menjadi cukup dominan.
Baca Juga:
BNPB: 577 Bencana Alam Sepanjang 2023, 19 Terjadi di NTT
Pulau Serasan, demikian Abdul Muhari, sesungguhnya bukan merupakan wilayah dengan potensi longsor tinggi, meski di beberapa titik wilayah terdapat beberapa kondisi kemiringan tanah. Selain itu, kondisi vegetasi masih rapat, walaupun menurut masyarakat setempat sudah tidak ada pohon-pohon besar.
Namun, hal yang mempengaruhi longsor yakni tanah wilayah yang merupakan lempung. Sehingga tanah yang porinya tidak besar, tidak bisa meresap air hujan sampai ke bagian dalam tanah.
“Kalau intensitas hujan yang turun sangat tinggi, air itu adanya di atas, ini kemudian akan menggelincirkan tanah itu ketika air ini sudah membuat tanah itu bersaturasi menjadi lumpur, karena tidak bisa masuk ke dalam,” beber Abdul Muhari. klb/san